Jumat, 07 Januari 2011

Lombok yang Makin Pedas

Oleh : Benidiktus Susanto

Beberapa hari belakangan ini telinga saya terlalu sering mendengar komentar, keluhan, dan bemacam pendapat tentang lombok, bahkan berita dari salah satu stasiun televisi yang sempat saya dengar mengatakan bahwa laju inflasi di negara kita pada Bulan Desember tahun lalu dipicu oleh harga lombok. Harga lombok meroket, makin "pedas" saja. Banyak orang mengumpat, banyak orang "ngedumel" pada kenaikan harga lombok ini. "Edan tenan, rego lombok tekan satus sewu", komentar beberapa teman.

Saya teringat cerita salah seorang teman saya mengenai lombok ini, jauh sebelum harga lombok semeroket ini. Pada saat kami sarapan di sebuah hotel di Batam, dia bercerita tentang bagaimana saudara-saudara kita di negeri seberang sana mengkonsumsi lombok atau cabai ini. Saudara-saudara kita di sana jarang sekali mengkonsumsi lombok dalam keadaan segar. Di negara itu lombok banyak dijual dalam keadaan kering. Kebiasaan "nyeplus" lombok saat makan gorengan atau yang lainnya tidak ada di sana. Kata teman saya itu, pemerintah memang sengaja membuat pola konsumsi lombok dengan cara demikian.

Apa keuntungannya? Keuntungan yang diperoleh - saya kira akan dirasakan oleh semua pihak baik petani, pedagang, maupun konsumen - adalah harga lombok yang selalu stabil. Bila hasil panen berlimpah, harga tidak anjlok, bila hasil panen kurang baik harga juga tidak akan naik, karena yang mereka konsumsi adalah lombok kering.

Apakah kita dapat meniru pola konsumsi seperti yang dilakukan oleh saudara-saudara kita di seberang sana?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar