Selasa, 21 Desember 2010

Rambu Lalu Lintas

Secara umum, pengertian rambu-rambu adalah salah satu alat perlengkapan jalan dalam bentuk tertentu yang memuat lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan diantaranya, yang digunakan untuk memberikan peringatan, larangan, perintah, dan petunjuk bagi pemakai jalan.

Berdasarkan jenis pesan yang disampaikan, rambu lalu lintas dapat dikelompokkan menjadi rambu-rambu sebagai berikut :

Rambu peringatan.
Rambu yang memperingatkan adanya bahaya agar para pengemudi berhati-hati dalam menjalankan kendaraannya. Misalnya: Rambu yang menunjukkan adanya lintasan kereta api, atau adanya simpangan berbahaya bagi para pengemudi.

Rambu Petunjuk.
Rambu yang memberikan petunjuk atau keterangan kepada pengemudi atau pemakai jalan lainnya, tentang arah yang harus ditempuh atau letak kota yang akan dituju lengkap dengan nama dan arah letak itu berada.

Rambu larangan dan perintah.
Rambu ini untuk melarang/memerintah semua jenis lalu lintas tertentu untuk memakai jalan, jurusan atau tempat-tempat tertentu, misalnya rambu dilarang berhenti, kendaraan harus lewat jalur tertentu, dan semua kendaraan dilarang lewat.

Pengenalan mengenai rambu lalu lintas bagi setiap pengguna jalan sangat diperlukan guna terciptanya lalu lintas yang aman. Berikut ini adalah gambar rambu-rambu lalu lintas.
Klik di sini PM 13 Tahun 2014.

EFEKTIVITAS COUNTDOWN TIMER PADA SIMPANG BER-APILL

Oleh : Benidiktus Susanto dan Yohanes Jarot Santoso


ABSTRAK

Countdown timer adalah alat untuk menampilkan lamanya waktu merah dan hijau pada alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) dan biasanya dipasang berdampingan dengan lampu APILL. Alat ini memungkinkan pemakai jalan (pengendara) dapat melihat waktu sinyal merah dan hijau, sehingga para pengendara dapat melakukan persiapan lebih awal untuk bergerak pada saat lampu hijau mulai menyala. Dengan persiapan tersebut, kehilangan awal yang sering terjadi pada simpang ber-APILL pada umumnya diharapkan akan dapat berkurang. Penelitian dilakukan dengan membandingkan kehilangan awal yang terjadi pada simpang ber-APILL yang dilengkapi dengan countdown timer dan simpang ber-APILL tanpa countdown timer di Yogyakarta dan dibedakan untuk jalan dalam kota dan luar kota. Pengambilan data kehilangan awal dilakukan dengan cara mencatat waktu mulai bergerak setiap kendaraan pada baris terdepan di belakang stop line saat lampu hijau akan mulai menyala terhadap waktu mulai nyala hijau pada lengan simpang yang menggunakan countdown timer dan tanpa countdown timer . Hasil penelitian menunjukkan kehilangan awal rata-rata dapat berkurang sekitar satu detik per kendaraan, baik pada jalan dalam kota maupun jalan luar kota, sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan countdown timer dapat meningkatkan efektivitas simpang ber-APILL. Untuk lebih meningkatkan efektivitas, penempatan countdown timer perlu diupayakan agar lebih mudah untuk dilihat terutama bagi pengendara yang berada pada barisan terdepan.

Kata kunci : countdown timer, simpang, APILL, kehilangan awal, efektivitas

Plastik sebagai Bahan Tambah pada Aspal

Tingginya temperatur permukaan jalan, curah hujan dan beban lalu lintas merupakan beberapa penyebab kerusakan pada perkerasan aspal di Indonesia. Ada banyak usaha dilakukan untuk mengurangi kerusakan ini dan salah satunya adalah dengan memperkenalkan bahan tambah pada aspal untuk merubah sifat-sifat fisik aspal khususnya kepekaan terhadap temperatur dan pengelupasan, dan jika dicampur dengan agregat akan menjadikan campuran beraspal yang lebih baik untuk kondisi temperatur yang tinggi dan banyak curah hujan seperti di Indonesia.

Untuk menaikkan mutu campuran beraspal, salah satunya dengan menambahkan plastik yang dalam istilah kimianya disebut polimer. Penambahan polimer untuk menaikkan mutu campuran beraspal ada dua cara, yaitu cara basah dan cara kering. Cara basah dilakukan dengan menambahkan plastik ke dalam aspal panas dan dicampur hingga homogen, sedangkan cara kering dilakukan dengan menambahkan plastik ke dalam agregat panas. Dari hasil penelitian diperoleh karakteristik Marshall, stabilitas dinamis, dan resilien modulus yang lebih besar dari aspal penetrasi 60, namun lebih rendah dari cara basah. Dari segi ekonomi, cara kering diperkirakan lebih murah karena waktu pencampuran lebih cepat dan tidak memerlukan alat pengaduk (mixer) dan lebih mudah dikerjakan daripada cara basah (Suroso, T.W., 2009).

Asrar, Y.D. (2007) dalam tesisnya menyimpulkan bahwa penambahan plastik dalam aspal akan memberikan pengaruh yang baik terhadap sifat-sifat aspal. Hasil pengujian Marshall terhadap campuran beraspal yang mengandung plastik menunjukkan bahwa penambahan kadar plastik sampai dengan 3% pada aspal meningkatkan nilai stabilitas, berat isi, kepadatan agregat yang dipadatkan (CAD) dan Marshall Quotient campuran HRA. Sejalan dengan peningkatan penambahan plastik pada aspal, nilai deformasi permanen campuran dari hasil tes jejak roda mengalami penurunan dan menyebabkan peningkatan terhadap stabilitas dinamis.

Rezza P. dan Aschuri I. (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penambahan sampah plastik pada aspal sebesar 0,5%, 1%, dan 2% dari berat aspal penetrasi 60/80 akan dapat secara signifikan meningkatkan kualitas aspal.

Dari beberapa penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penambahan plastik ke dalam aspal akan meningkatkan kualitas aspal dan sekaligus akan meningkatkan kualitas campuran beton aspalnya.

Selasa, 14 Desember 2010

Trotoar dan Hak Pejalan Kaki

Suatu sore di Jogja. Pedagang kaki lima menggelar dagangan, kerumunan orang bagai laron menikmati hidangan murah meriah di sepanjang jalan. Semakin malam, pengunjung semakin ramai dan lampu-lampu mulai dinyalakan, seakan menambah indahnya Kota Jogja. Teringat lagu yang dilantunkan oleh salah satu musisi Indonesia (Kla Project) dan menjadi lagu yang selalu diingat setiap orang yang pernah berkunjung ke Jogja.

Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu. Masih seperti dulu, tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna. Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu nikmati bersama suasana Jogja. Di persimpangan, langkahku terhenti. Ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera. Orang duduk bersila, musisi jalanan mulai beraksi seiring laraku kehilanganmu, merintih sendiri, di tengah deru kotamu (Walau kini kau t’lah tiada tak kembali) Oh…  (Namun kotamu hadirkan senyummu abadi) (Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi) (Bila hati mulai sepi tanpa terobati) Oh… Tak terobati. Musisi jalanan mulai beraksi, oh…  Merintih sendiri, di tengah deru, hey… Walau kini kau t’lah tiada tak kembali, namun kotamu hadirkan senyummu abadi. Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi (untuk s’lalu pulang lagi). Bila hati mulai sepi tanpa terobati, oh… (Walau kini kau t’lah tiada tak kembali). Tak kembali… (Namun kotamu hadirkan senyummu abadi) Namun kotamu hadirkan senyummu yang, yang abadi (Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi) Izinkanlah untuk s’lalu, selalu pulang lagi (Bila hati mulai sepi tanpa terobati). Bila hati mulai sepi tanpa terobati. Walau kini engkau telah tiada (tak kembali) tak kembali, namun kotamu hadirkan senyummu (abadi). Senyummu abadi, abadi…

Syair lagu yang sangat indah, yang membuat warga Jogja sangat bangga akan kotanya. Beberapa bait pada syair lagu di atas mengisyaratkan bahwa salah satu keindahan Kota Jogja yang tak pernah akan lepas dari kenangan adalah ramai kaki limanya. Kaki lima seolah sudah menjadi ciri khas Kota Jogja. Para wisatawan merasa belum lengkap kalau belum mencoba jajan di kaki lima ataupun “lesehan”.

Mungkin pedagang kaki lima ini sudah menjadi ciri dari Kota Yogyakarta, namun apakan harus mengorbankan orang lain, para pejalan kaki, yang sebenarnya mempunyai hak akan trotoar tersebut? Sering kita merasakan ketika berjalan harus keluar dari trotoar, masuk ke badan jalan, karena sudah tidak tersedia ruang lagi bagi kita pejalan kaki. Ironis memang, sesuatu yang menjadi hak kita, pejalan kaki, direbut oleh para oknum pedagang kaki lima yang tidak bertanggung jawab ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia trotoar didefinisikan sebagai tepi jalan besar yang sedikit lebih tinggi daripada jalan tersebut dan digunakan sebagai tempat orang berjalan kaki. Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan dijelaskan bahwa trotoar merupakan salah satu fasilitas pejalan kaki yang merupakan bagian dari fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan. Dalam salah satu pasal Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan bahwa setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa fasilitas untuk pejalan kaki dan penyandang cacat. Dalam pasal yang lain disebutkan bahwa pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain. Dari difinisi-definisi di atas sudah sangat jelas bahwa trotoar dibuat untuk kepentingan pejalan kaki. Pada kenyataannya, masih sangat banyak trotoar yang sudah beralih fungsi menjadi lahan subur untuk melakukan kegiatan perekonomian, baik untuk tempat berdagang maupun tempat parkir.

Gangguan terhadap para pejalan kaki ini tentunya harus mendapat perhatian serius dari semua pihak, bahkan pasal 275 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Pasal tersebut mempertegas fungsi trotoar sebagai tempat untuk berjalan kaki dengan aman dan sedikit banyak telah memberikan jaminan kepada para pejalan kaki untuk dapat menikmati fasilitasnya.

Mari berbagi
Guna mengembalikan trotoar sebagaimana fungsinya bukan merupakan pekerjaan yang mudah dan perlu dilakukan kerja sama antara berbagai pihak, baik pemerintah kota/daerah, para PKL, maupun masyarakat agar trotoar sebagai fasilitas pejalan kaki tetap ada sesuai fungsinya dan pedagang kaki lima yang “ngangeni” para wisatawan juga tetap ada. Pemerintah kota/daerah harus menetapkan batasan yang jelas mengenai penggunaan sebagian trotoar untuk kegiatan usaha tanpa meninggalkan hak para pejalan kaki, menetapkan kawasan kaki lima dan kawasan bebas kaki lima, maupun harus secara tegas melakukan penertiban akan pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan oleh oknum PKL. Para PKL harus sadar bahwa para pejalan kaki harus mendapatkan prioritas yaitu dengan memberikan ruang yang cukup bagi para pejalan kaki. Masyarakat harus senantiasa ikut mengawasi dan menjaga agar trotoar dapat tetap sesuai fungsinya. Apabila keberadaan PKL tidak segera ditata, maka para pejalan kaki akan kehilangan haknya dan PKL yang tidak tertata justru akan membuat Kota Jogja tidak menarik lagi.

Trotoar adalah hak para pejalan kaki, pedagang kaki lima adalah ciri khas Kota Jogja, mari kita berbagi.